Menikah : Kepentingan Agama Atau Hati ?
Menikah tak melulu soal hati yang didahulukan. Persoalan agama jauh lebih penting daripada hati. Lantas, bagaimana menyesuaikan diri jika memilih pasangan tidak dengan hati?
Menurut Subandi Baiturrahman, Divisi Konseling Penggerak Pembina Generus Jakarta Selatan, menikah bukan hanya penyatuan komitmen antara laki-laki dan perempuan. Namun juga komitmen dengan Yang Maha Esa. Sebab saat dua insan menjalin hubungan yang berlandaskan saling mensurgakan, maka Allah melibatkan diri di dalamnya
Diperkuat dalam Alquran surat Mujaadalah ayat 7 yang menerangkan bahwa setiap ada tiga orang yang berbisik-bisik, maka Allah menjadi yang keempat, dan bila ada lima orang yang berbincang maka Allah menjadi yang keenam. Artinya Allah tahu apa yang mereka bicarakan karena Allah lebih banyak bersama mereka. Nantinya Allah akan menceritakan apa yang mereka kerjakan (di hari kiamat).
Hal itu disampaikan Subandi dalam acara pengajian Baiti Jannati atau yang disebut juga Pengajian Muda-Mudi Bahagia, yang digelar pada pada Minggu (1/2/2015). Acara pengajian pranikah ini juga bertujuan memberikan pemahaman kepada generasi muda LDII kategori usia nikah, khususnya mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan secara islami. Apalagi di tengah pergaulan yang cenderung menganut kebebasan tanpa memandang batas halal-haram, mahram dan tidak mahram.
Subandi menegaskan perlunya mencari pasangan yang ‘seiman’. Dalam arti, mempunyai pemahaman yang sama serta sejalan terutama agama. “Kalian akan sulit menyatukan pemahaman jika berbeda. Contoh, waktunya salat, jika yang satu paham, yang satu tidak, maka tidak bisa dikatakan saling mensurgakan. Padahal, seharusnya mencari pasangan itu yang bisa mengajak pada kebaikan, menghindari hal-hal yang haram,” ujar Subandi.
Seperti tercantum dalam surat Taubah ayat 71 yang menjelaskan, “Orang iman laki-laki dan perempuan satu sama lain adalah kekasih. Yang mana saling perintah pada kebaikan, menetapi salat, mendatangkan zakat, mau taat pada Allah dan Rasul. Mereka itu orang-orang yang disayangi oleh Allah dan Rasulnya. Allah itu Maha Perkasa lagi Menghukumi”
Karena itu, para generasi muda diajak untuk mengoreksi diri, apakah menikah itu didasari kepentingan agama yang harus diniati karena Allah atau kepentingan hati? Hal ini kembali pada diri masing-masing. Jika Allah dijadikan ‘teman komunikasi’, maka niat menikah tersebut akan lebih mudah terwujud. “Niat menikah, maka harus mencari ridhonya Allah,” ujar pengasuh akun facebook “Keluarga Bahagia” itu.
“Karena itu, para muda-mudi ini harus bisa membuat orang tertarik dengan akhlaqul karimah, akhlak yang baik. Bukan dengan kebohongan. Sebab, termasuk menodai agama Allah jika mengambil pasangan yang tidak seiman apalagi berbeda agama. Hal ini juga perlu didukung dengan transparansi antara orang yang lebih tua dengan muda-mudi tersebut atau orang yang dianggap dekat,” tandasnya. (Noni/LINES)